Sepertiga
Malam
Kita sudah lupa pada pendar bianglala
yang saban gerimis menyapa kita dengan
malu-malu
lalu kita bergandengan tangan,
memberi salam pada masa kanak-kanak
yang berpulang pada haribaan
Kita duduk berdua di tepi kolam
melantunkan doa kecil sambil tertawa geli
melihat sepasang kodok bersembunyi di
balik teratai,
saling merayu,
lalu hilang bersama satu cipratan air.
Tapi sekarang, kita sudah sampai
pada sepertiga malam.
Bintang kecil mulai melukis diri
pada langit yang berubah legam
berkedip manja seperti gadis malam
di tengah gemerlap kota
dan kita tergoda pada pesonanya yang
acapkali membunuh itu.
“Ingin kuisi malam ini dengan sebuah
tembang terakhir” kau berkata
saya mengangguk pelan
toh sebentar lagi kita bukan milik sang
waktu.
Kau mulai meringkih dengan
nada-nada yang kau susun sendiri,
bersaing dengan suara jangkrik
yang selamanya tak kan pernah kita pahami.
Kita masih di sepertiga malam.
menghitung detik yang tinggal tersisa,
mencari-cari pelindung untuk semua
kerapuhan kita,
menebak-nebak dunia yang esok kan
menyambut kita,
lalu berbaring lemas
dengan mimpi-mimpi yang baru separuh jalan
Kita selesai di sepertiga malam.
mencari-cari muasal kita,
meraung-raung minta tolong
pada keajaiban yang mustahil
lalu tertidur pulas dengan tubuh
yang sepenuhnya telanjang.
Jogjakarta 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar