Minggu, 28 Februari 2021


 

Tertawa

 

Saya pulang dari pasar

Lalu saya lihat beberapa pemuda asing

Yang sedang tertawa

Saya nimbrung dan ikut tertawa

 

Saya masuk rumah

Saya lihat bapa mengenakan celana kekecilan

Saya tertawa

Ibu dan adik pun ikut tertawa

 

Jojakarta 2020

 


 Cinta Seharga Seribu

  

Diam-diam saja kau di situ

Saya sedang belajar mencari arti dari umpama

Saya tidak lupa apa-apa

Juga kau yang terus bertanya

 

Saya ingin mencintaimu dengan uang seribu

Yang saya pungut dari tubuh lelaki itu

Jangan pikir lagi

Saya sudah selesai dengan semua luka

 

Berhentilah bicara tentang dosa

Itu milik orang-orang suci

Sedang saya adalah aib di perut ibu

 

Tidak ada lagi itu cinta

Kau hanya perlu lebih berani

Berani menahan sakit dari gerayang singa buas

Berani menyembunyikan perih dari lekuk penuh birahi

Berani menelan airmata dari hujaman membabi buta

Berani memeluk sunyi dari nikmat yang tak kau ingini

 

Dan akan saya katakan padamu

Bahwa cinta seharga seribu

Selalu tidak main-main

 

Jogjakarta 2020

 

 

 

 

 

 

 


Jatuh Cinta

 

Hari dimana semesta belajar berdusta

Malam yang usang jadi lebih panjang

Pagi yang akbar tak kunjung beri kabar

Dan kau mati bersama rasa yang sepi

 

Jogjakarta 2020

 

 


 

 Adzan

 

Jiwa siapa tak kan takjub

Pada pesan rindu

Yang dititipkan gema angelus

Kepada kidung hayya ‘alas-shalaah

 

Batin siapa tak kan sujud

Pada isyarat hati

Yang disampaikan malaekat Tuhan

Kepada madah hayya ‘alal-falaah

 

Jogjakarta 2020

 

 


 

Tulisan Bapa

 

 Saya menulis sepucuk surat untuk Tuhan

Yang berisi semua kegelisahan

Dan kecemasan saya

Saya kubur surat itu di belakang rumah lalu pergi

 

Esoknya saya kembali

Dan saya dapati

Sampah yang menggunung

Persis di atas surat saya

 

Saya keluarkan surat itu

Dan terkejut dengan isinya yang sudah berubah:

“jangan buang sampah sembarangan!”

Saya ingat betul

Itu tulisan tangan Bapa

 

Jogjakarta 2020

 

 


Racau

 

Saya ingin mencari Tuhan dalam amarahmu

Dalam umpatan yang kau susun rapi

Di balik rasa enggan

Lalu kau tutupi dengan bisa pada seulas senyum

 

Saya ingin mengenal Tuhan dalam gerutumu

Dalam desis yang membuat terperangah

Atau sebuah makian santun

Yang kau sulam dalam gua pertapa

 

Saya ingin menemukan Tuhan dalam cemberutmu

Pada sepotong ikhlas yang terlupa

Atau ego yang terlampau telanjang

Dan kau girang akan seketul roti basi

 

Cukup sudah kau meracau

Kita masih dalam ruang dan waktu

Kelak kita pun akan tahu

Ke mana takdir kan menuntun

 

Jogjakarta 2020

 


 

Sepertiga Malam

 

Kita sudah lupa pada pendar bianglala

yang saban gerimis menyapa kita dengan malu-malu

lalu kita bergandengan tangan,

memberi salam pada masa kanak-kanak

yang berpulang pada haribaan

 

Kita duduk berdua di tepi kolam

melantunkan doa kecil sambil tertawa geli

melihat sepasang kodok bersembunyi di balik teratai,

saling merayu,

lalu hilang bersama satu cipratan air.

 

Tapi sekarang, kita sudah sampai

pada sepertiga malam.

Bintang kecil mulai melukis diri

pada langit yang berubah legam

berkedip manja seperti gadis malam

di tengah gemerlap kota

dan kita tergoda pada pesonanya yang

acapkali membunuh itu.

 

“Ingin kuisi malam ini dengan sebuah

tembang terakhir” kau berkata

saya mengangguk pelan

toh sebentar lagi kita bukan milik sang waktu.

 

 

Kau mulai meringkih dengan

nada-nada yang kau susun sendiri,

bersaing dengan suara jangkrik

yang selamanya tak kan pernah kita pahami.

 

Kita masih di sepertiga malam.

menghitung detik yang tinggal tersisa,

mencari-cari pelindung untuk semua kerapuhan kita,

menebak-nebak dunia yang esok kan menyambut kita,

lalu berbaring lemas

dengan mimpi-mimpi yang baru separuh jalan

 

Kita selesai di sepertiga malam.

mencari-cari muasal kita,

meraung-raung minta tolong

pada keajaiban yang mustahil

lalu tertidur pulas dengan tubuh

yang sepenuhnya telanjang.

 

Jogjakarta 2020

 

 


Pudar

  

Saya tengah mencumbu kekasih

Yang pernah datang tiba-tiba

Dan menghilang tanpa alasan

 

Lalu saya lihat ke belakang

Ke dalam bayang kian pudar

Dan saya tahu,

Saya baru habis bermimpi semalam

 

Saya pulang ke dalam hening lalu sadar

Bahwa mencintai seseorang

Adalah menambah satu musuh di hidup

 

Jogjakarta 2020

 


 


 Mata

 

 Saya lihat kota bisu di matamu

Menguning bersama

Batang padi yang patah

Jatuh lusuh

Tak terjamah

Disaksikan dongeng

Yang tak sempat dilafalkan petang

 

Sungguh. Matamu menyandera..

 

Jogjakarta 2020

 

 


 Piring

 

 Sepotong sabar nangkring

Di piring

Saya pisahkan ia

Dari rasa yang gesa

Lalu saya suapkan pada ibu

Yang duduk di beranda debu

 

Jogjakarta 2020

 

 

Menangis

 

 Menangislah jika harus

Karena semesta pun paham

Perihnya menyembunyikan luka

Dalam segelak tawa

 

Jogjakarta 2020

 

 


 

Puisi Yang Menjadi Kamu

  

Saya menulis sebuah puisi

Pada secarik kain putih

Lalu saya balut luka-lukamu

Dengan kain itu

 

Waktu bangun

Saya lihat kain itu hilang

Dan menyisakan puisi saya

Yang mengering bersama lukamu

 

Puisi itu telah menjadi kamu...

 

Jogjakarta 2020

 


 Luka

 

Luka itu indah.

Di situ kau temukan

Hati yang ramah pada sepotong tangis

Perih yang selalu akrab dengan airmata

Sepi yang setia menemani kesendirian

Dan rindu yang melepas pergi kehilangan

 

Jogjakarta 2020

Kamis, 25 Februari 2021

 


Pena

 

 Saya ingin melukis keluh

Yang jingkrak di tepi bibirmu

Dengan pena seterang rindu

 

‘Kan saya pajang ia

Di antara buluh yang kulai                                                                           

Dengan pasak sekuat harap

 

Jogjakarta 2020